GIAT4D - Terjangan tsunami dahsyat di Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng) terlampau besar jika dibandingkan dengan kekuatan gempa bumi yang mengguncang sebelumnya. Para ilmuwan menilai ada faktor lain yang memicu tsunami sedahsyat itu, salah satunya bentuk Teluk Palu yang panjang namun sempit.
Sejauh ini, menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sedikitnya 844 orang tewas akibat gempa dan tsunami di Sulteng. Jumlah korban tewas diperkirakan masih bisa bertambah karena evakuasi terus berlangsung.
Gempa berkekuatan 7,4 Magnitudo yang mengguncang Sulteng pada Jumat (28/9) lalu, memicu gelombang tsunami hingga setinggi 5 meter. Para ilmuwan menilai kecil kemungkinan bahwa pertemuan kondisi geofisika berkontribusi pada tingginya gelombang tsunami yang meluluhlantakkan Palu.
"Gelombang yang menerjang setidaknya mencapai ketinggian 2-3 meter dan mungkin dua kali lipat dari itu," sebut Jane Cunnen, seorang peneliti pada Fakultas Ilmiah dan Teknik Universitas Curtin di Bentley, Australia Barat, seperti dilansir AFP, Selasa (2/10/2018).
Cunnen yang juga seorang arsitek sistem peringatan tsunami Samudera Hindia yang dikembangkan di bawah bimbingan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) ini, menilai dari kekuatan gempa yang mengguncang, tsunami yang muncul seharusnya tidak sebesar seperti yang menerjang Palu dan sekitarnya.
"Dalam kasus luar biasa besar, tsunami dipicu oleh gempa thrust, yang bisa memicu pergerakan vertikal besar dari dasar lautan," ujar Baptiste Gombert yang merupakan pakar tektonik pada Departemen Ilmu Bumi di Oxford University.
Tsunami Palu berlawanan dengan teori tersebut, karena dipicu patahan strike-slip, di mana sesar Bumi bergerak di bawah atau di atas sesar lainnya di sepanjang lempeng horisontal. "Patahan strike-slip kecil kemungkinan memicu tsunami, karena tidak banyak mengangkat dasar laut," sebut Cunneen.
Jadi apa yang sebenarnya memicu tsunami dahsyat di Palu? Para pakar yang dilansir AFP menyebut setidaknya ada tiga faktor. Pertama, bentuk teluk yang memanjang mengarahkan air laut ke kawasan Palu yang merupakan kota dataran rendah.
"Bentuk teluk (Palu) tentu memainkan peranan besar dalam memperkuat ukuran gelombang (tsunami)," ucap Anne Socquet selaku pakar gempa bumi pada Institute of Earth Sciences di Grenoble, Prancis. "Teluk itu berfungsi sebagai saluran yang dimasuki gelombang tsunami," imbuh Socquet yang secara khusus mempelajari soal patahan seismik.
Karena kondisi Teluk Palu yang sempit dan dangkal, gelombang tsunami terdorong dari bawah dan samping dalam waktu bersamaan.
Faktor kedua adalah ukuran dan lokasi gempa yang mengguncang. Gempa dengan kekuatan 7,4 Magnitudo yang mengguncang Donggala, dekat Palu, berpusat di titik 'sangat dangkal, yang menurut Gombert, berarti ada pergerakan dasar lautan lebih besar'. Yang makin memperburuk keadaan, gempa terjadi dekat kawasan pantai.
Faktor ketiga adalah bukti yang mengindikasikan tsunami Palu diperparah oleh tanah longsor di bawah laut, atau yang disebut 'submarine landside'. "Gempa bumi mungkin telah memicu submarine landside di dekat muara teluk (Palu), atau di dalam kawasan teluk itu sendiri," kata Cunneen.
Kondisi ini menjadi penjelasan paling mungkin soal mengapa gelombang tsunami sangat besar menerjang Palu, namun cenderung lebih kecil saat menerjang wilayah lain di sekitarnya. "Peristiwa semacam ini sangat sulit diprediksi dengan sistem peringatan tsunami saat ini, yang bergantung pada hitungan cepat soal kekuatan dan lokasi gempa," tandas Cunneen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar